Boyolali, Mimbar – Embung Giriroto, Bayolali merupakan satu dari 65 bendungan yang dbangun Kementerian PUPR dalam kurun 2015-2019. selain untuk meningkatkan jumlah tampungan air, embung yang dbangun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di selurih Indonesia juga untuk irigasi sawah serta bermamfaat sebagai sumber air baku, sumber air bagi ternak terutama pada saat musim kemarau.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan pada tahun 2018, jumlah embung yang dibangun Kementerian PUPR melalui Ditjen Sumber Daya Air sebanyak 103 embung. Dengan tambahan jumlah embung tersebut, maka selama empat tahun (2015 – 2018), jumlah embung yang dibangun 949 buah. Tahun 2019 akan dibangun tambahan 104 embung, yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia sehingga total terbangun hingga 2019 akan mencapai 1.053 embung
Pembangunan embung bertujuan untuk menambah penyediaan sarana dan prasarana air sebagai upaya mewujudkan ketahanan air dan kedaulatan pangan. Salah satu embung yang telah rampung pembangunannya pada Desember 2018 adalah Embung Giriroto di Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah.
“Luas Embung Giriroto adalah 1,3 hektar, dengan kedalaman 6 meter dan volume 48.000 m3. Manfaat Embung Giriroto untuk menambah supply air Daerah Irigasi Cengklik seluas 74 hektar. Pembangunan Embung Giriroto mulai pada bulan April 2018 dan selesai pada bulan Desember 2018. Kini sudah ramai dimanfaatkan oleh masyarakat setempat,” kata Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo Charisal Akdian Manu.
Pembangunan Embung Giriroto dilakukan oleh Kementerian PUPR melalui Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo Ditjen Sumber Daya Air dengan anggaran sebesar Rp 12,14 miliar dan kontraktor PT.Parto Adhi Nugroho.
Sebelum adanya embung tersebut, Desa Giriroto yang terletak di Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah adalah salah satu desa yang memanfaatkan jaringan irigasi yang bersumber dari Waduk Cengklik. Waduk tersebut semula dibangun oleh pemerintah Belanda guna penyediaan air tanaman tebu untuk Pabrik Gula Colomadu.
Area irigasi di Desa Giriroto seluas 156 Ha berada di paling hilir dari jaringan Irigasi Cengklik. Setelah pabrik gula tidak beroperasi dan karena perubahan pola tanam dari
tanaman tebu menjadi padi-padi-palawija maka terjadi peningkatan kebutuhan air. Sementara Waduk Cengklik terus mengalami penurunan kondisi jaringan dan keterbatasan air hingga akhirnya tidak berfungsi efektif sejak sekitar tahun 1998, sehingga akhirnya diperlukan pembangunan embung tersebut.
Agus Winoto Atmodjo (47 tahun) warga Kampung Gumuk Rejo, Desa Giriroto, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali mengatakan kehadiran embung tersebut sudah mulai dirasakan oleh petani sekitar.
“Dulu sawah tidak bisa maksimal untuk produksi padi, karena air dari Waduk Cengklik sudah tidak bisa maksimal dan hanya mengandalkan air hujan,” katanya.
Selain sebagai bangunan tampungan air, Agus mengatakan Embung Giriroto juga telah dimanfaatkan sebagai objek pariwisata baru di wilayah tersebut, sehingga menggerakkan perekonomian warga sekitar. “Kalau hari libur banyak yang datang kesini untuk rekreasi, sehingga menambah perekonomian warga sekitar. Dulu saya hanya kuli bangunan, sekarang sudah buka warung kecil disini untuk menambah penghasilan. Dari desa disiapkan tanah kosong untuk sewa warung,” ungkapnya.
Untuk menambah daya tarik sebagai lokasi wisata baru, warga bersama-sama terus menjaga kebersihan lokasi embung dan melengkapinya dengan wahana wisata seperti perahu bebek.
Sari Widadyo (54 tahun), warga Kampung Gumuk Rejo mengatakan, dia bersama warga lainnya secara sukarela setiap hari membersihkan embung dan lingkungan sekitarnya. Hal tersebut menurutnya sebagai rasa syukur atas dibangunnya embung yang juga telah meningkatkan kualitas kawasan permukiman di sekitarnya.(ms/rls/ald)