Dipaksa Pindah oleh Kepsek SMAN 1 Sijunjung, Dzafran Gunawan Mengadu ke Ombudsman dan KPAI Sumbar Hingga Menteri Pendidikan

Salah satu surat pengaduan Dzafran.. (foto/dok)

SIJUNJUNG, mimbarsumbar.id — Hanya gara-gara tak menshare Kepala Sekolah (Kepsek) di media sosial (medsos) pribadinya, mantan Ketua OSIS SMA Negeri 1 Sijunjung, Dzafran Gunawan dipaksa sang Kepsek pindah ke sekolah lain. Akibat merasa tertekan oleh kepsek yang seharusnya membina anak didiknya,

Dzafran lalu mengadu ke Ombudsman Perwakilan Sumbar, Dinas Pendidikan Sumbar, Komisi Perlindungan Anak (KPAI) hingga Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Namun sampai sekarang, laporannya belum mendapat tanggapan dari kedua lembaga itu, padahal Dzafran saat ini sudah kelas XII IPS dimana tak lama lagi akan mengikuti Ujian Akhir.

Dalam laporannya tersebut , Dzafran menerangkan bahwa dia diminta pindah oleh Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Sijunjung, Hasmi Gustin Roza. Jika dia tidak mau pindah, maka rapornya akan ditahan sampai Dzafran bersedia mengurus surat pindah ke sekolah lain. Bahkan Dzafran juga dengan rinci telah melampirkan kronologis kenapa dia diminta pindah oleh Kepala Sekolahnya.

“Kepsek juga mengatakan, jika saya tidak pindah dari SMAN 1 Sijunjung, maka saya tidak diizinkan mengikuti proses belajar mengajar selama semester II tahun ajaran 2025/2025,” tulis Dzafran dalam salinan laporannya yang diterima media ini, Selasa, 24 Desember 2024.

Dzafran berharap, pihak Ombudsman dan Dinas Pendidikan Sumbar serta KPAI Sumbar Hingga Menteri pendidikan untuk dapat membantu menindaklanjuti laporannya, karena dia tercatat sebagai siswa SMA Negeri 1 Sijunjung sejak kelas 1 (tamat SMP) dan ingin menamatkan pendidikan di sekolah tersebut.

Dzafran juga sudah menyurati Kepala Sekolah dan menyampaikan suara hatinya agar dibolehkan menyelesaikan pendidikannya di SMA Negeri 1 Sijunjung.  Namun sampai berita ini ditayangkan, belum ada tanggapan.

Sementara itu Kepsek SMAN 1 Sijunjung, Hasmi Gustin Roza yang dikonfirmasi media ini lewat WhatsApp nya, Selasa, 24 Desember 2024 malam, menjelaskan bahwa sebenarnya Dzafran sudah beberapa kali diproses sesuai dengan aturan yang berlaku dan bukti-bukti yang sudah pakai materai. Bahkan orangtuanya sudah beberapa kali dipanggil Wali Kelas, guru Bimbingan dan konseling (BK) dan Wakil Kesiswaan, bahkan sudah sampai ke pihaknya selaku kepala sekolah.

“Bukti panggilan dan perjanjian bermaterai ada sama Guru BK. Bukan sekarang aja, tapi mulai dari jelas X dan XI. Semua perjanjian tidak pernah ditepati dan tidak juga berubah,” tulis Hasmi menjawab WA media ini.

“Tugas kami sebagai guru di sekolah bukan saja mengajar anak supaya pintar, juga mendidik siswa agat bisa bertingkah laku baik. Bahkan terakhir dia melawan kepada orang tuanya d hadapan kami. Saya suruh siswa tersebut minta maaf dan bersujud dan memeluk ibunya untuk minta maaf, karena ibunya yang melahirkan dan membesarkan,” tambah Hasmi.

Berjudul, KRONOLOGI TINDAKAN DISKRIMINATIF DI SMA NEGERI 1 SIJUNJUNG, yang Ditulis Dzafran sebagai lampiran pengaduannya (Dimuat utuh, tanpa editan redaksi).

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Ba’da salam, Semoga Allah senantiasa memberikan jalan yang lapang bagi setiap langkah perjuangan kita. Aamiin.

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Dzafran Gunawan;

Tempat/tanggal lahir : Silungkang, 19 Juli 2007;

Alamat : Sijunjung, Sumatera Barat

Sekolah : SMAN 1 Sijunjung

Saat ini saya merasa didiskriminasi oleh beberapa pihak di sekolah saya. Melalui surat ini, saya ingin menyampaikan cerita serta memohon bantuan dan solusi mengenai beberapa hal yang saya alami selama saya menempuh pendidikan di SMA Negeri 1 Sijunjung sejak awal tahun saya bersekolah di SMA Negeri 1 Sijunjung sampai hari ini (saat saya membuat surat ini). Berikut tindakan diskriminatif yang saya alami di SMAN 1 Sijunjung :

Upaya penjegalan menjadi Ketua OSIS

Pada saat saya kelas 11, sebagian siswa-siswi SMA Negeri 1 Sijunjung meminta saya untuk mencalonkan diri sebagai Ketua OSIS. Saya menerima permintaan tersebut dan menggandeng sahabat saya Alfi Yanmi Aprilion sebagai calon Wakil Ketua OSIS. Selama proses pencalonan, kami merasa ada upaya-upaya penjegalan kepada kami agar tidak terpilih sebagai Ketua OSIS dan Wakil Ketua OSIS SMA Negeri 1 Sijunjung. Upaya-upaya tersebut diantaranya :

Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan saat debat calon ketua OSIS cenderung menjatuhkan kami sebagai pasangan calon nomor urut 1 dan menguntungkan lawan kami pasangan nomor urut 2.

Adanya laporan dari beberapa siswa, bahwa guru ikut serta mengkampanyekan pasangan calon nomor urut 2 dan menyerukan agar tidak memilih kami sebagai pasangan calon nomor urut 1. Bahkan ada yang menyampaikan cerita kepada saya bahwa ada salah satu guru yang mengatakan saya adalah calon ketua OSIS pembohong kepada siswa-siswi di Kelas 10 E4.

Adanya rencana untuk memanipulasi suara yang kami peroleh saat pemilihan agar tidak terpilih menjadi Ketua OSIS dan Wakil Ketua OSIS saat itu.

Saya tidak tahu apa alasan pihak sekolah melakukan hal tersebut. Walaupun banyak tantangan yang kami lalui, alhamdulillah kami terpilih dengan perolehan 474 suara dari 759 suara sah.

Saya mengira upaya-upaya tersebut selesai setelah berakhirnya proses pemilihan ketua OSIS. Ternyata, upaya-upaya tersebut masih berlanjut setelah saya dilantik menjadi pengurus OSIS. Paska dilantik menjadi Ketua OSIS, saya masih merasakan diskriminasi dari pihak sekolah. Banyak masalah yang dibuat seolah-olah disengaja untuk membuat saya tidak nyaman sebagai Ketua OSIS. Salah satu contohnya adalah ; saya sering membuat konten di media sosial pribadi saya untuk menunjukkan hasil kerja saya sebagai ketua OSIS kepada siswa-siswi SMA Negeri 1 Sijunjung. Konten tersebut saya buat mandiri tanpa menggunakan fasilitas sekolah. Saat itu, saya membuat konten mengenai event maulid nabi Muhammad SAW. Namun, kepala sekolah memarahi saya, saya dipanggil keruangan kepala sekolah karena tidak memposting beliau saat memberikan sambutan di media sosial pribadi saya. Karena hal tersebut, saya dituduh tidak menganggap Ibu Hasmi Gustin Rosa sebagai Kepala Sekolah di SMA Negeri 1 Sijunjung. Padahal saya tidak pernah memiliki niat demikian. Berikut yang disampaikan kepala sekolah kepada saya sebelum dipanggil ke ruangan kepala sekolah :

Saya merasa hal tersebut tidak masuk akal jika dijadikan suatu permasalahan. Saya memposting konten tersebut di media sosial pribadi saya dan bukan di media sosial sekolah serta tidak menggunakan fasilitas sekolah. Menurut saya, kepala sekolah tidak punya hak untuk mengatur isi postingan saya selagi yang saya posting tidak berbau negatif.

Tidak berhenti disitu, permasalahan terakhir yang saya alami selama menjadi Ketua OSIS adalah mengenai papan nama. Saat itu, saya memakai papan nama dengan tulisan “DZAFRAN GUNAWAN, M.IP”. Hal tersebut sudah saya lakukan sejak saya SD. Selama saya di SD dan SMP, seluruh guru mendukung dan mengapresiasi papan nama saya tersebut. Memang terkesan cukup aneh, namun itulah yang menjadi motivasi belajar saya untuk mencapai cita-cita menjadi seorang politisi. Tapi sayangnya, beberapa oknum guru di SMA saya mempermasalahkan hal tersebut. Saya disidang dan dikata-katai habis-habisan. Akhirnya, saya merasa tidak nyaman menjadi Ketua OSIS. Saya memilih mundur menjadi ketua OSIS dan fokus menjadi Ketua Umum PD IPM Kabupaten Sijunjung.

Diperlakukan tidak adil

Saat Muktamar IPM 2023 lalu, saya menyampaikan permohonan izin kepada pihak sekolah untuk menghadiri Muktamar IPM di Kota Medan selama 1 minggu. Saya mengurus surat permohonan izin bersama orang tua saya. Namun setelah pulang dari Kota Medan, saya kembali dipanggil ke ruangan kepala sekolah. Saya dituduh tidak meminta izin kepada pihak sekolah untuk menghadiri Muktamar IPM 2023 tersebut. Padahal saya sudah memberikan surat izin bermaterai kepada pihak sekolah dengan tanda tangan saya dan orang tua dilengkapi materai Rp.10.000. Surat tersebut saya berikan kepada wakil kepala sekolah yang membidangi urusan kesiswaan. Saya dan orang tua menilai adanya miskomunikasi antara wakil kepala sekolah dengan kepala sekolah mengenai surat izin tersebut. Namun saya selalu disalahkan oleh kepala sekolah. Pihak sekolah juga tidak mau mengakui adanya miskomunikasi dalam internal mereka. Akibat masalah tersebut, saya selalu disindir oleh kepala sekolah saat kepala sekolah menyampaikan amanat saat upacara bendera.

Saat akhir kelas 11, saya ingin mengikuti event Duta SMA 2024 yang diselenggarakan oleh Direktorat SMA KEMENDIKBUD RI. Namun pihak sekolah tidak mengizinkan saya mengikuti event Duta SMA 2024, sedangkan siswa-siswi lainnya diizinkan. Kepala sekolah tidak mau menandatangani surat pernyataan sekolah yang menjadi syarat untuk saya mengikuti event tersebut. Sedangkan siswa-siswi lainnya diperbolehkan dan dibantu melengkapi persyaratan untuk mengikuti event tersebut. Saya heran, mengapa sekolah tidak mengizinkan saya. Saya meminta bantuan kepada guru PAI, Bapak Sahrial Ependi Harahap. Namun Bapak Sahrial menyampaikan hal berikut kepada saya :

Beliau menyampaikan bahwa alasan kepala sekolah tidak mengizinkan saya adalah karena saya bukan pengurus OSIS aktif. Namun dipersyaratan yang diberikan panitia Duta SMA 2024 disebutkan bahwa “siswa-siswi yang pernah menjadi pengurus OSIS boleh mendaftarkan diri”. Nyatanya, saya pernah menjadi Sekretaris 1 OSIS selama 1 periode dan menjadi Ketua OSIS selama dua bulan di SMA Negeri 1 Sijunjung. Saya heran mengapa kepala sekolah tidak mengizinkan saya, padahal saya memenuhi persyaratan yang diberikan panitia Duta SMA 2024.

Saya merasa kecewa terhadap pihak sekolah. Saya menunjukkan rasa kekecewaan saya dengan tidak mengikuti kegiatan-kegiatan sekolah seperti tidak mengikuti kultum, senam pagi dan lain-lain selama kelas 11 sebagai sikap protes.

Mendapatkan perlakuan kasar secara lisan

Suatu pagi, saat saya pulang dari menghadiri kegiatan IPM di Kota Padang. Saya berangkat dari Kota Padang kurang lebih pukul 03.00 WIB dan sampai di Sijunjung kurang lebih pukul 06.45 WIB. Saya tetap mengusahakan hadir ke sekolah. Namun pagi itu, setelah ulangan harian bahasa Indonesia, saya sakit hingga muntah-muntah di sekolah. Saya meminta izin pulang karena sakit dibantu oleh Ketua LAZISMU Sijunjung kepada guru piket. Esok harinya, wali kelas saya datang menemui saya, lalu beliau menyampaikan kalimat yang saya nilai cukup kasar kepada saya. Beliau menyebut “besok Dzafran kalau sakit tidak usah pulang, lebih baik Dzafran pingsan di sekolah dari pada izin pulang karena sakit”, (disampaikan oleh wakil kelas kepada saya menggunakan bahasa minang). Saya tidak mengetahui apa maksud wali kelas menyampaikan kata-kata kasar tersebut kepada saya. Saya tidak menanggapinya, saya hanya diam dan menanggap wali kelas hanya khilaf.

Namun setelah kejadian tersebut saya merasa, wali kelas saya sering kali mengucapkan kalimat-kalimat yang cukup kasar kepada saya. Saat menerima rapor ujian tengah semester 1 kelas 12, wali kelas saya mengatakan kepada saya “kenapa nilai Dzafran banyak yang meningkat? Padahal ibu ingin memanggil orang tua Dzafran ke sekolah. Ibu juga heran dengan guru-guru lain, katanya (kata guru lain) ingin memanggil orang tua Dzafran ke sekolah, tapi kenapa Dzafran masih diberikan nilai yang tinggi? Kalau sudah seperti ini kondisinya, tentu kami tidak punya dasar untuk memanggil orang tua Dzafran ke sekolah” (disampaikan oleh wakil kelas kepada saya menggunakan bahasa minang). Mendengar hal tersebut, saya merasa tersinggung, saya masih diam dan tidak menanggapi apa-apa.

Di hari lain, saya lupa membawa dompet dan bekal ke sekolah. Pada siang harinya, saya merasa lapar, ditambah belum sarapan saat pergi ke sekolah. Saya meminta surat izin keluar lingkungan sekolah untuk pergi makan. Namun, guru piket saat itu tidak mau memberikan saya surat izin. Karena sudah tidak mampu menahan lapar, akhirnya diwaktu ISOMA saya terpaksa keluar lingkungan sekolah tanpa izin untuk makan siang ke luar lingkungan sekolah. Akibatnya, saya dipanggil oleh wali kelas saya. Akhirnya wali kelas saya menjadikan masalah tersebut sebagai dasar untuk memanggil orang tua saya ke sekolah. Saya menghubungi ayah saya untuk datang ke sekolah. Namun orang tua saya tidak bisa hadir ke sekolah karena harus mengurusi persiapan PILKADA. Ayah saya bekerja sebagai penyelenggara PEMILU di Kota Padang Panjang. Di samping itu, ibu saya juga tidak dapat hadir karena sedang sakit. Saya menyampaikan hal tersebut kepada wali kelas saya. Namun wali kelas saya kembali mengucapkan kalimat kasar kepada saya. Beliau menyebut “paksalah ibu Dzafran ke sekolah. Pasti kuat dia ke sekolah walaupun sakit”. Mendengar kalimat tersebut, saya kehabisan kesabaran mendengar banyaknya kalimat-kalimat kasar yang diucapkan wali kelas kepada saya. Akibat emosi yang tidak terkendali, saya meninggalkan wali kelas dan memutuskan pembicaraan saat itu. Kejadian tersebut berlangsung di ruangan tata usaha sekolah.

Selanjutnya, saya kembali dihadapkan dengan masalah yang tidak masuk akal. Pagi hari setelah upacara bendera, tapak sepatu saya lepas tanpa saya sengaja. Mungkin karena lem-nya sudah tidak kuat. Hanya karena hal tersebut, saya dipanggil ke ruang BK, lalu sepatu saya ditahan selama satu hari di ruang BK. Saya heran, mengapa hal seperti ini membuat saya dipanggil ke ruang BK.

Dilarang mengikuti aktivitas di luar sekolah

Selama menjadi Ketua Umum PD IPM Sijunjung saya selalu mewakili organisasi saat diundang pemerintah daerah untuk menghadiri upacara peringatan hari besar di Lapangan M. Yamin Muaro Sijunjung. Saat menghadiri upacara tersebut, saya selalu mengirimkan surat izin ke sekolah untuk menghadiri undangan tersebut lalu kembali lagi ke sekolah setelah upacara bersama pemerintah daerah tersebut selesai. Biasanya sekolah mengizinkan saya menghadiri undangan upacara tersebut. Namun, saat menghadiri Upacara Peringatan Hari Pahlawan 2024, Ketika saya kembali ke sekolah, saya dipanggil ke ruang BK. Di sana, guru BK menyambaikan bahwa saya tidak boleh menghadiri undangan upacara dari pemerintah daerah. Saya menanyakan apa alasan sekolah melarang saya menghadiri undangan upacara dari pemerintah daerah. Namun guru BK tidak mampu memberikan alasan yang logis.

Hal tersebut menyebabkan saya dilarang belajar dikelas selama dua hari. Selanjutnya, orang tua saya datang ke sekolah menemui kepala sekolah. Saya boleh kembali belajar di kelas jika saya mengundurkan diri menjadi Ketua Umum PD IPM Kabupaten Sijunjung. Saya dipaksa mengundurkan diri secara lisan dan terpaksa menandatangani surat perjanjian bermaterai Rp.10.000 yang menyatakan kesiapan saya untuk mengundurkan diri agar dapat mengikuti proses belajar di kelas. Namun saya heran, isi surat perjanjian tersebut tidak disebutkan wajib mengundurkan diri menjadi Ketua Umum PD IPM Kabupaten Sijunjung, sedangkan saat di ruangan kepala sekolah saya dipaksa mundur menjadi Ketua Umum PD IPM Kabupaten Sijunjung. Berikut foto surat tersebut :

Dilarang mengikuti ujian akhir semester 1 T.A. 2024/2025

Terakhir, saat ujian akhir semester, saya dilarang mengikuti ujian selama 4 hari (Tanggal 02 Desember 2024 s.d. 05 Desember 2024) sebanyak 8 ujian mata pelajaran. Saya merasa hak saya dirampas pihak sekolah. Pada hari kelima, saya dibolehkan mengikuti ujian dengan syarat :

Tidak boleh mengikuti ujian di dalam kelas dan terpaksa mengerjakan ujian sebanyak 6 ujian mata pelajaran. Begitupun pada hari ke-enam, saya juga mengerjakan 6 ujian mata pelajaran dan 3 ujian mata pelajaran pada hari ketujuh. Saya hanya boleh mengikuti ujian di ruangan panitia ujian.

Harus pindah dari SMA Negeri 1 Sijunjung pada semester 2 kelas 12. Jika syarat kedua ini bermaksud men-drop out saya dari sekolah, mengapa pihak sekolah tidak berani mengeluarkan surat drop out secara tertulis. Sekolah hanya berani memaksa saya pindah dari SMA Negeri 1 Sijunjung secara lisan.

Penahanan rapor akhir semester 1 T.A. 2024/2025

Saat hari penerimaan rapor akhir semester 1 kelas 12, pihak sekolah tidak mau menyerahkan rapor saya dengan alasan karena saya tidak mau memindahkan diri dari SMA Negeri 1 Sijunjung. Akhirnya, saya Bersama orang tua menemui kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang kesiswaan, dan wali kelas. Saya bertanya kepada mereka, mengapa saya harus dipindahkan? Jika saya melakukan kesalahan yang fatal, mengapa pihak sekolah tidak berani men-drop-out saya? Mengapa pihak sekolah hanya berani memaksa saya untuk pindah sekolah? Saya memiliki bukti pembicaraan tersebut berupa rekaman suara.

Berdasarkan 6 poin tersebut, saya menyimpulkan bahwa saya mendapatkan tindakan diskriminatif dari pihak SMAN 1 Sijunjung. Demikian kronologi yang saya alami di SMAN 1 Sijunjung yang dibuat dengan sebenar-benarnya dalam keadaan sadar tanpa paksaan dari pihak manapun.

Nuun wal qolami wamaa yasthuruun

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Sijunjung, 23 Desember 2024

Hormat saya,

Dzafran Gunawan

(ms/ald)