Jakarta, Mimbar – Presiden Joko Widodo menginstruksikan kepada seluruh Kementerian dan Lembaga terkait untuk melakukan langkah-langkah antisipasi dan mitigasi terhadap dampak kekeringan. Berdasarkan prediksi Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) puncak musim kemarau akan berlangsung bulan Agustus-September 2019.
Kekeringan secara umum berdampak pada pemenuhan kebutuhan air bagi perkotaan/permukiman dan pertanian. Untuk wilayah perkotaan tidak kurang dari 2 juta orang yang tersebar di 8 provinsi rentan terkena dampak kekeringan.
Sedangkan lahan pertanian paling terdampak kekeringan adalah sawah tadah hujan dan sebagian irigasi yang sumber airnya dari bendung sehingga masih tergantung dari aliran air sungai. Sementara irigasi teknis yang mendapatkan air dari bendungan atau irigasi premium, terutama dari 16 bendungan besar (kapasitas <50 juta m3), saat ini ketersediaan air sebagian besar masih cukup.
Diperkirakan lahan irigasi terdampak seluas 707.129,20 Ha di 12 provinsi, meliputi: Lampung, Jawa Barat, DKI Jakarta, Maluku, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, dan Papua.
Presiden Jokowi meminta agar terus dilakukan pemantauan terhadap suplai air, baik air bersih untuk keperluan rumah tangga maupun pasokan air untuk pertanian. Bahkan, apabila diperlukan dapat dilakukan modifikasi cuaca atau pembangunan sumur bor guna menghindari risiko gagal panen. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat setidaknya kekeringan telah melanda 1.963 desa di 79 kabupaten/kota di Indonesia.
“Beberapa daerah di Negara kita sudah mengalami keadaan 21 hari tanpa hujan, ini berarti statusnya masih waspada, 31 hari tanpa hujan berarti statusnya sudah siaga, dan juga sudah 61 hari tanpa hujan ini statusnya sudah awas yang terjadi di beberapa Provinsi di Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, di Bali, di NTB, di NTT,” kata Presiden Jokowi saat menyampaikan pengantar pada Rapat Terbatas tentang Antisipasi Dampak Kekeringan di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Senin (15/7/2019) sore.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melakukan langkah antisipasi dan mitigasi dampak kekeringan dengan memantau ketersediaan air pada tampungan air seperti waduk, embung, danau, dan bendungan. Selain itu juga menjaga pasokan air bersih konsumsi masyarakat dengan membangun sumur bor.
“Saat terjadi kekeringan, pemenuhan kebutuhan air bersih menjadi prioritas, baru setelah itu untuk irigasi lahan pertanian,” kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono.
Total jumlah waduk operasional sebanyak 231 waduk yang meliputi 16 waduk utama dengan kapasitas tampungan di atas 50 juta m3 dan 215 waduk berkapasitas tampungan kurang dari 50 juta m3. Dari 16 waduk utama, sebanyak 8 waduk memiliki tinggi muka air normal, yakni Cirata, Saguling, Betutegi, Wadaslintang, Bili-Bili, Kalola, Way Rarem, dan Ponre-Ponre. Sementara 8 waduk lainnya memiliki tinggi muka air di bawah normal, yakni Jatiluhur, Kedungombo, Wonogiri, Sutami, Wonorejo, Cacaban, Selorejo, dan Batu Bulan.
Terpantau per 30 Juni 2019 volume ketersediaan air dari 16 waduk utama tersebut sebesar 3.858,25 juta meter kubik dari tampungan efektif sebesar 5.931,62 juta meter kubik. Luas area yang bisa dilayani dari ke-16 bendungan tersebut adalah 403.413 hektare dari total 573.367 hektare.
“Waduk dengan kondisi di bawah rencana akan mengalami penyesuaian pola tanam yang pengaturannya di tentukan oleh perkumpulan petani pengguna air atau P3A,” ujar Dirjen Sumber Daya Air Hari Suprayogi.
Selain waduk, Kementerian juga memantau ketersediaan air dari 1.922 embung yang terdiri dari 1.214 embung berfungsi normal (63,2%) dan 708 embung mengalami penurunan fungsi (36,8%). Rata-rata seluruh embung mampu menyediakan air hingga 2-3 bulan dengan total ketersediaan air 208 juta m3.
Kementerian PUPR juga menyiapkan pompa sentrifugal berkapasitas 16 liter per detik untuk menjaga ketersediaan air bersih konsumsi masyarakat. Pompa yang disiapkan mencapai 1.000 unit yang tersebar di 34 provinsi.
“Tentunya apabila di situ memang ada air. Air bisa air tanah maupun bisa dari suatu sungai yang memang masih ada,” tuturnya.
Sementara untuk daerah yang memiliki curah hujan relatif sedikit sehingga cadangan air tanah terbatas misalnya Gunung Kidul, Kementerian PUPR membuat sumur bor dengan terlebih dahulu melakukan pengkajian potensi sumber air di sekitar. Kemudian mengoptimalisasi pemanfaatan sumur bor yang telah tersedia sebanyak 7.471 sumur bor yang tersebar di 34 provinsi. Pada tahun 2019, Kementerian PUPR melakukan pembangunan sumur bor baru sebanyak 428 titik.
Kemudian menyediakan dukungan sebanyak 242 unit Mobil Tangki Air (MTA) dengan kapasitas masing-masing 5.000 liter untuk melayani 1.300 jiwa per MTA/hari. Perkiraan kebutuhan air minum untuk masyarakat terdampak kekeringan sebesar 31 ribu m3/hari sehingga ditargetkan 1.674 unit MTA dapat didistribusikan termasuk dukungan dari Pemerintah Daerah dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). (ms/rls/ald)