Keterbukaan Informasi Badan Publik Masih Lips Service

Lima Komisioner KI Sumbar kiri ke kanan Sondri, Syamsu Rizal, Arfitriati, Yurnaldi dan Adrian hadiri peringatan Satu Dasawarsa UU KIP di Jakarta, Senin 30/4 (foto: ppid-kisb)

Jakarta, Mimbar —Hari ini genap 10 tahun UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) disahkan, meski efektif dua tahun setelah diundangkan tetap saja keterbukaan informasi baru sebatas lips service.

Komisi Informasi (KI) Pusat memperingatinya lewat forum dialog bertemakan Refleksi Satu Dasawarsa UUKIP di Gedung Kominfo lantai delapan dengan pembicara Dirjend IKP Niken dan Komisioner KI Pusat Romanus dan  mantan Anggota DPR RI Paulus Widyanto, dihadiri KI se Indonesia dan badan publik tingkat pusat, Senin 30/4.

Menyikapi 10 tahun UUKIP, Ketua Komisi Informasi Sumbar Syamsu Rizal mengatakan satu dasawarsa UU 14 tahun 2008 tentang keterbukaann informasi publik adalah momen penting.

“Terus terang para penerima amanat yakni anggota komisi informasi di seluruh Indonesia oleh UU diberi wewenang mengawal keterbukaan, menilai masih jauh dari harapan UU, soal keterbukaan informasi publik di negara ini,”ujar Syamsu Rizal.

Bahkan penghargaan terkait 10 tahun UU 14 tahun 2008 belum maksimal.

“Ada Permendagri 3 tahun 2017, eee aplikasinya di daerah masih banyak yang tidak paham atau pura-pura paham namun penerapannya masih minim. Padahal Permendagri itu lahir karena UU 14 tahun 2008 yang merupakan regulasi martil pemecah kotak pandora ketertutupan informasi badan publik di era sebelum reformasi,”ujarnya.

Wakil Ketua KI Sumbar Arfitriati juga mengatakan kalau UUKIP dilaksanakan setengah hati oleh banyak badan publik.

“Upaya KI sudah maksimal ada sosialisasi ada, monitoring evaluasi dilakukan ke badan publik, tapi faktanya pengarusutamaan keterbukaan informasi sampai 10 tahun UU KIP, maaf masih berjalan seperti siput,”ujar Arfitriati.

Sementara Adrian Tuswandi, Komisioner KI Sumbar ini menilai belum masivenya keterbukaan informasi publik dikarenakan ketakadaan niat pimpinan badan publik.

“Lambat jalannya ya, itu karena ketakadaan niat pimpinan badan publik, dan masih menganggap terbuka informasi adalah momok menakutkan, karena merasa program dan anggaran adalah mereka (badan publik,-red) yang punya dan tahu, rakyat jangan sampai tahu,”ujarnya.

Ketaktulusan itu menurut Adrian, akibatnya berbanding lurus dengan prilaku korupsi.

“Padahal kalau badan publik terbuka maka prilaku koruptif pasti bisa ditekan kasusnya, karena tahu rakyat mengawasi kerja badan publik tersebut,”ujar Adrian.

Sedangkan Sondri mengakui kerja keras KI Sumbar masuk empat tahun masa tugas sudah sangat luar biasa.

“Dengan pola pelemahan dilakukan oleh oknum yang tidak pro keterbukaan dan tidak inginkan KI bekerja maksimal, seperti tak ada dana di awal tahun 2007 lalu misalnya, tapi kerja keterbukaan tetap kita gelar, namun kerja-kerja KI Sumbar dalam aplikasi badan publik masih jauh panggang dari api, dan berani saya katakan keterbukaan informasi masih belum prioritas bagi mereka (badan publik),”ujar Sondri.

Demikian juga Komisioner KI Sumbar lainnya Yurnaldi mengatakan keterbukaan informasi publik masih berproses.

“Kerja KI sudah on the tract, saya optimis ada cahaya terang keterbukaan di ujung perjalananya, karena proses tidak pernah mengkhianati hasil,”ujar Yurnaldi.

Kunci dari sisi positif terapkan keterbukaan informasi adalah kalau bersih tak perlu risih, terbuka saja belum tentu publik percaya. “Apalagi tertutup,”ujar Yurnaldi.

Sedangkan pada materinya, Dirjend IKP Kemenkominfo, Niken mengatakan untuk tataran badan publik keterbukaan sudah menjadi keharusan.

“Apalagi Pak Presiden Jokowi dan Pak Menteri Kominfo sangat tahu pentingnya keterbukaan informasi, tapi keterbukaan itu tentu harus ada batasannya, sehingga informasi terbuka tidak terjebak hoax yang menyesatkan publik banyak,”ujar Niken.

Selamat 10 tahun UUKIP, ayo terbuka dan jangan percaya pada informasi hoax. (rikis: ppid-kisb)