Jakarta, Mimbar — Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) telah merampungkan perangkat organisasi berupa Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) serta Kode Perilaku Wartawan Indonesia (KPWI) yang diamanatkan Kongres 2018 di Solo tahun lalu.
Naskah PD/PRT sudah difinalisasi beberapa waktu lalu. Sementara naskah final KPWI yang menjadi kewenangan Dewan Kehormatan PWI diputuskan dalam rapat Dewan Kehormatan PWI di Kantor PWI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa siang (9/7).
Rapat dipimpin oleh Ketua Dewan Kehormatan Ilham Bintang, dihadiri Sekretaris DK PWI Sasongko Tedjo, dan tiga anggota DK PWI Asro Kamal Rokan, Raja Pane, dan Teguh Santosa.
Rapat yang digelar hari ini juga mengundang Ketua Umum PWI Atal Depari.
Dengan finalisasi PPWI ini maka selanjutnya KPWI akan diterbitkan bersama PD/PRT PWI dan disosialisasikan ke seluruh anggota PWI baik di dalam maupun yang berada di luar negeri.
“Dengan ini, seluruh perangkat organisasi berupa PD/PRT dan Kode Perilaku Wartawan Indonesia telah berlaku secara efektif terhitung sejak hari ini. Kami akan segera mendistribusikannya kepada seluruh anggota,” ujar Ketua Umum PWI Atal Depari.
Atal meminta agar anggota PWI membaca, mempelajari dan mematuhi ketiga perangkat organisasi itu.
Disebutkan dalam Bab II mengenai Asas dan Tujuan terutama Pasal 3 bahwa Kode Perilaku disusun untuk memperjelas hak dan kewajiban wartawan, serta sebagai pedoman operasional perilaku dalam menjalankan tugas profesi.
Pedoman ini juga menjadi standar untuk mengukur ketaatan dan kepatuhan terhadap Kode Etik Jurnalistik dan PD/PRT PWI, serta aturan-aturan lainnya.
Hak Politik
Kode Perilaku Wartawan Indonesia juga memberikan perhatian serius pada hak politik anggota sebagai salah satu hak dasar manusia. Partisipasi anggota PWI dalam pemilihan umum, baik pemilihan anggota lembaga legislatif, pemilihan presiden maupun pemilihan kepala daerah dihormati, sebagaimana tercantum dalam Pasal 13.
Juga ditegaskan dalam pasal itu bahwa anggota PWI diperbolehkan menjadi anggota partai politik atau organisasi yang berafiliasi dengan partai politik, juga organisasi lain yang tidak dilarang negara.
Namun, untuk menjaga independensi organisasi, anggota yang menjadi pengurus partai politik atau organisasi yang berafiliasi dengan partai politik tidak diperbolehkan menjadi pengurus PWI baik di tingkat pusat maupun daerah.
Begitu juga dengan anggota PWI yang sedang menduduki jabatan politik, seperti anggota legislatif, anggota kabinet, dan kepala daerah, dilarang menjadi pengurus PWI. Anggota PWI yang menduduki jabatan-jabatan politik itu tidak kehilangan keanggotaan di PWI.
Di dalam Pasal 14 ditegaskan bahwa pengurus PWI yang ingin menjadi pengurus partai politik atau organisasi yang terkait dengan partai politik diharuskan mengundurkan diri selambat-lambatnya 14 hari setelah dilantik sebagai pengurus partai politik atau organisasi yang memiliki afiliasi dengan partai politik. Pasal ini juga mengatur proses pemberhentian pengurus PWI yang menjadi pengurus partai politik atau organisasi sayap partai politik.
Adapun pada Pasal 15 ditegaskan bahwa pengurus PWI yang mencalonkan diri dalam pemilihan anggota lembaga legislatif dan pemilihan kepala daerah diharuskan mengundurkan diri selambat-lambatnya 14 hari setelah ditetapkan secara resmi sebagai calon.
Setelah proses pemilihan berakhir, wartawan yang bersangkutan bisa kembali menjadi pengurus PWI melalui mekanisme sebagaimana diatur dalam PD/PRT PWI, yakni melalui Kongres baik di tingkat pusat maupun daerah.
“Aturan-aturan ini dibuat untuk menjaga independensi organisai dan juga ruang redaksi,” ujar Ketua Dewan Kehormatan PWI Ilham Bintang.
Senada dengan Atal Depari, Ilham Bintang juga mengatakan pihaknya sangat menganjurkan semua anggota PWI untuk mempelajari naskah-naskah penting organisasi ini.
“Nanti ketiga naskah, PD/PRT dan Kode Perilaku, bersama Kode Etik Jurnalistik akan diterbitkan bersamaan dalam sebuah buku, untuk didistribusikan. Semoga ini menjadi pedoman yang kita patuhi bersama,” demikian Ilham Bintang. (ms/rls/ald)