PADANG, mimbarsumbar.id – Komisi II DPRD Provinsi Sumbar terus menggesa persiapan rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang tata kelola komoditi unggulan.
Karena itu, Rabu, 11 Januari 2023, Komisi II DPRD Sumbar menggelar konsultasi publik /seminar ranperda di ruang rapat utama DPRD Provinsi Sumbar, Rabu, 11 Januari 2022.
Ketua DPRD Provinsi Sumbar diwakili wakil ketua Suwirpen Suib mengatakan, produk unggulan Sumatera Barat lebih dominan bercirikan pertanian dan berskala kecil, karena memiliki sumberdaya alam dominan di sektor pertanian, maka Sumatera Barat menyandarkan kehidupan masyarakatnya di sektor ini.
“Kontribusi sektor pertanian dalam produk domestik regional bruto (PDRB) pada triwulan II tahun 2022 adalah 21 persen. Pada periode ini ekonomi Sumatera Barat bertumbuh 5,08 persen yang bersumber utama dari konsumsi masyarakat. Karena itu penguatan sektor pertanian dengan memelihara daya konsumsi masyarakat menjadi strategis diprioritaskan pemerintah daerah,” ujar Suwirpen Suib
Menurut Suwirpen Suib, kombinasi antara sektor pertanian dan sektor industri berbasis pertanian berskala kecil dan mikro perlu menjadi perhatian pengambil kebijakan. Liberalisasi perdagangan yang semakin kuat dewasa ini memberikan peluang-peluang baru sekaligus tantangan-tantangan baru yang dihadapi sejalan dihapuskannya berbagai hambatan perdagangan antar negara.
“Namun liberalisasi perdagangan juga menimbulkan masalah-masalah serius jika komoditas yang diproduksi secara lokal tidak mampu bersaing pasar dunia. Apalagi jika produk lokal itu merupakan komoditi unggulan daerah yang menguasai kehidupan masyarakat,” ujar Suwirpen Suib.
Dikatakan Suwirpen Suib, peraturan daerah tentang tata kelola komoditi unggulan menjadi urgen dilakukan agar mampu bersaing di tingkat internasional dan sekaligus memberikan perlindungan kepada produsen komoditi unggulan terkait.
“DPRD Provinsi Sumatera Barat berkeinginan untuk mengajukan ranperda tentang Tata Kelola Komoditi Unggulan untuk dijadikan Ranperda usul Inisiatif DPRD mengingat sebagai upaya melindungi produsen komoditi unggulan ada di Provinsi Sumatera Barat,” ujar Suwirpen Suib
Ketua Pembahasan ranperda tata kelola komoditi unggulan perkebunan, H. Bakri Bakar mengatakan, Rancangan Peraturan Daerah tentang tata kelola komoditi unggulan, agar pengelolaan komoditi unggulan Provinsi Sumatera Barat dapat memberikan perlindungan kepada produsen komoditi unggulan sesuai ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah.
“Kita bertujuan meningkatkan keunggulan bersaing setiap komoditi unggulan Sumatera Barat di pasar domestik maupun pasar global, Meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat, Menyelaraskan hubungan antara Produsen dan Perusahaan Komoditas,” ujar Bakri.
Menurut Bakri, dalam ranperda juga menyediakan prasarana dan sarana yang dibutuhkan. Meningkatkan kemampuan dan kapasitas Produsen.
“Menjamin Kelangsungan usaha di bidang Perkebunan, dan memberikan kepastian hukum bagi terselenggaranya usaha komoditi unggulan,” ujarnya.
Lanjutnya, permasalahan petani swadaya belum memiliki posisi tawar baik serta belum menerima harga layak dari usaha dijalankan.
“Kami dari DPRD Provinsi Sumatera Barat secara bersama sama mengusulkan Perda Inisiatif sebagai bentuk perlindungan kepada petani swadaya agar dapat secara berkelanjutan menjalankan usahanya,” ujarnya
Dikatakan Bakri Bakar, permasalahan pada komoditi sawit ada di Pesisir Selatan, karena harga TBS diterima petani masih rendah karena belum bermitra dengan Pabrik Kelapa Sawit (PKS).
“Kami melihat permasalahan komoditi gambir merupakan komoditi unggulan Sumatera Barat serta komoditi lainnya seperti karet, kakao dan lain- lain,” ujar Bakri
Oleh sebab itu dianberharap lahirnya perda tentang Tata Kelola Komoditi Unggulan Perkebunan Sumatera Barat ini memberikan solusi dari permasalahan yang dihadapi oleh petani atau pekebun di sumatera barat khususnya komoditi unggulan.
Ranperda Tata kelola Komoditi Unggulan Perkebunan Sumatera Barat ini sudah melewati proses Peninjauan Lapangan, Konsultasi ke Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan serta sudah melaksanakan Studi Banding Ke Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat.
Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) Widiastuti mengatakan, pihaknya mendorong Sistem Resi Gudang (SRG) sebagai instrumen memudahkan lalu lintas perdagangan serta pembiayaan komoditas di Indonesia.
“Diharapkan akses pembiayaan bagi pelaku usaha komoditas kepada lembaga keuangan akan menjadi mudah dan kualiatas komoditas akan dijadikan anggunan terstandarisasi.
“Bagi para pelaku usaha sektor agro bisnis dan agro industri hadirnya sistem resi gudang akan memberi kemudahan dalam memperoleh komoditi berkualitas, karena komoditi disimpan di SR melalui uji mutu dilakukan satu lembaga,” ujarnya.
Menurut Widiastuti, UU nomor 9 tahun 2006 tentang SRG jo UU nomor 9 tahun 2011 urusan pemerintah pusat dibidang pembinaan Penyusunan di kebijakan nasional dan melakukan pengkoordinasikan antar sektor .
Peran pemda di bidang pembinaan SRG meliputi pembuatan kebijakan daerah , pengembangan komoditas unggulan, penguatan peran pelaku usaha ekonomi kerakyatan untuk pengembangan SRG dan model bisnis perdagangan komoditas melalui sekarang SRG serta pasar lelang komoditas dan pasar pabrikan, ekspor dan lain- lain saling berkoordinasi.
“STG jadi uji mutu dan asuransi, gudang SRG , pengelola gudang SRG serta jadi kunci sukses pemerintah, SRG dengan PLU,” ujarnya.
Acara dihadiri narasumber Indra Dwipa dari Fakultas Unand, Agnes Verawati Silalahi dari Kementrian Pertanian, Badan Pengawasan Perdagangan berjangka komoditi RI, pimpinan pembasahan dan anggota DPRD komisi II Provinsi Sumbar, pimpinan OPD dilingkungan Pemda, peserta dinas Pertanian dan perkebunan Kabupaten/Kota Se Sumbar, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), Asosiasi Petani Gambir (APG), Asosiasi Petani Kakao Indonesia (APKAI), Himpunan Petani Kakao Indonesia (HIPKINDO). (ms/*/ald)