KELOMPOK 9
Disusun Oleh :
1. Afifah Afra Amatullah (2310432021)
2. Andin Rosita Dewi (2310431011)
3. Angelina Zaskya Hulda (2310432041)
4. Annisa Zein (2310433011)
5. Egga Difta Olivia (2310432023)
6. Indah Rahmadani (2310431019)
7. Hikmahtul Aini Aswendri (2011013033)
(MATA KULIAH WAJIB UMUM KEWARGANEGARAAN KELAS 20 UNIVERSITAS ANDALAS)
ABSTRAK
Indonesia sebagai negara yang menganut ajaran agama tidak bisa mentolerir perilaku seksual menyimpang. Namun, selain mengakui hak asasi manusia, hal ini juga mengangkat isu diskriminasi terhadap kelompok LGBT berdasarkan perbedaan orientasi seksual. Penyimpangan seksual, khususnya LGBT, sangat kontras dengan nilai-nilai Pancasila.
Menurut Bapak Sodiq Mujahid, Anggota Komite II DPR RI, dalam siaran pers yang diterima DPR pada 27 November 2019, ia menegaskan bahwa LGBT sangat tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila. Terutama pada sila pertama adalah ketuhanan Yang Maha Esa dan sila kedua adalah kemanusiaan yang adil dan beradab.
Pandangan keagamaan terhadap kelompok LGBT juga sangat kuat di Indonesia. Menteri Agama Luqman Hakim Saifuddin mengatakan tidak semua agama membenarkan perilaku dan praktik LGBT, karena ajaran agama pada umumnya sejalan dengan nilai-nilai universal. Penolakan terhadap kelompok LGBT di Indonesia tidak hanya datang dari sisi agama tetapi juga dari pihak negara.
Universitas Islam Indonesia (UII) mengecam upaya legalisasi kelompok LGBT di Indonesia, dan menilai tindakan LGBT merupakan tindakan kriminal yang bertujuan untuk melindungi harkat dan martabat manusia demi kejayaan. Dr. Anul Rohim Fakih (SH., M.Hum.), Dekan Fakultas Hukum UII, mengatakan hukum melindungi masyarakat sesuai harkat dan martabatnya, sehingga jika tidak diatur secara tegas oleh undang-undang akan merugikan masyarakat. Ia menegaskan, hal itu akan berdampak negatif.
Kata Kunci : Penyimpangan seksual, LGBT, HAM
PENDAHULUAN
Di Indonesia, perilaku seksual yang tidak sesuai norma menjadi sebuah topik yang tabu di masyarakat. Ajaran agama, moral, dan etika masih sangat ditekankan dan dipegang teguh oleh mayoritas orang. Tindakan seksual yang dianggap menyimpang tidaklah diterima dengan mudah. Perilaku seksual yang dianggap menyimpang biasanya terjadi karena adanya perbedaan dalam orientasi seksual seseorang. Orientasi seksual mencakup kecenderungan seseorang dalam mengekspresikan ketertarikan, romansa, emosi, dan seksualitas terhadap sesama wanita, sesama pria, atau keduanya (Douglas & Crawford, 2015).
Tindakan-tindakan yang dianggap menyimpang ini seringkali dilakukan oleh individu atau kelompok yang memiliki orientasi seksual yang berbeda, sering disebut sebagai kelompok LGBT. Kelompok LGBT meliputi:
Lesbian: Sekelompok perempuan yang mempunyai ketertarikan fisik, emosional dan/atau mental terhadap perempuan lain;
Gay: sekelompok laki-laki yang tertarik secara fisik, emosional, dan/atau spiritual kepada laki-laki lain;
Biseksual: sekelompok orang yang mempunyai ketertarikan fisik, emosional, dan/atau mental terhadap sesama jenis atau lawan jenis;
Transgender: Sekelompok orang yang percaya bahwa mereka memiliki identitas gender yang berbeda dari anatomi alat kelamin mereka.
Oleh karena itu, memilih/tidak memilih operasi kelamin disesuaikan dengan keinginan identitas gender (Definitions Related to Sexual Orientation and Gender Diversity, 2015). LGBT tidaklah sesuatu yang baru di Indonesia. Banyak pertemuan penting yang diselenggarakan untuk membahas kepentingan komunitas LGBT, khususnya terkait dengan pelanggaran hak-hak mereka sebagai minoritas seksual. Meskipun demikian, Hak Asasi Manusia (HAM) dan hukum positif Indonesia tidak dengan tegas mendukung atau melegalkan gerakan LGBT. HAM adalah hak yang melekat pada semua individu tanpa memandang kewarganegaraan, tempat tinggal, jenis kelamin, asal usul, etnis,
warna kulit, agama, bahasa, atau status sosial. Semua orang memiliki hak yang sama terhadap hak asasi manusia mereka tanpa ada bentuk diskriminasi. Hak- hak ini saling terkait, saling bergantung, dan erat kaitannya satu sama lain.Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, dijelaskan bahwa HAM seseorang harus tetap dalam batas-batas yang tidak melanggar norma kesusilaan, agama, dan ketertiban nasional (Yudianto, 2016).
Begitu juga dengan aturan HAM Internasional, tidak ada yang secara spesifik menyatakan dukungan atau legalisasi terhadap gerakan LGBT. Pengakuan terhadap orientasi seksual LGBT secara resmi hanya dilakukan oleh UNDP, sebuah organisasi politik internasional di bawah naungan PBB.
Saat ini, fenomena LGBT menjadi topik yang sering dibicarakan di masyarakat Indonesia, terutama melalui promosi, iklan, atau pandangan pribadi mengenai LGBT di media sosial. Maraknya fenomena LGBT di Indonesia dipengaruhi oleh tren dari negara-negara liberal yang memberikan pengakuan dan ruang bagi komunitas LGBT dalam masyarakat mereka. Banyak orang melihat LGBT sebagai bagian dari gaya hidup atau lifestyle masyarakat modern, dan menganggap pandangan heteroseksual sebagai sesuatu yang konservatif dan tidak lagi relevan bagi semua orang di dunia.
Di sisi lain, Indonesia adalah negara yang berkeyakinan pada keberadaan Tuhan dan mengakui ajaran agama. Setiap warga negara memiliki kebebasan untuk mempraktikkan ajaran Tuhan sebagaimana yang tertera dalam Kitab Suci dan prinsip-prinsip agamanya masing-masing. Menurut ajaran agama yang diakui di Indonesia, tidak ada alasan yang dapat digunakan untuk membenarkan perilaku seksual yang dianggap menyimpang, khususnya dari kalangan LGBT. Individu yang mendukung perilaku seksual yang dianggap menyimpang seringkali menggunakan HAM sebagai alasan untuk melindungi kepentingan kaum LGBT.
METODE
Artikel ini menggunakan metode kualitatif dengan dengan pendekatan studi Pustaka berupa buku literatur, hasil penelitian, jurnal, artikel, maupun peraturan hukum terkait dengan penyimpangan seksual terkhususnya pada LGBT. Penulis mengumpulkan informasi secara lengkap dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data berdasarkan waktu yang telah ditentukan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isu perilaku LGBT di Indonesia telah menyebabkan banyak pandangan yang berbeda antara pihak yang mendukung dan menentangnya. Kelompok yang mendukung LGBT menyerukan agar negara dan masyarakat mendukung prinsip nondiskriminasi antara berbagai orientasi seksual, termasuk laki-laki, perempuan, waria, pecinta lawan jenis (heteroseksual), dan homoseksual. Para pendukung LGBT menggunakan implementasi hak asasi manusia sebagai alasan untuk tuntutan mereka, menyatakan bahwa mereka menganggap orientasi seksual sebagai hak asasi manusia (Santoso, 2016).
Di Indonesia sendiri terdapat pro dan kontra dalam memandang perilaku LGBT tersebut. Secara langsung perilaku LGBT dianggap bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma agama yang diakui di Indonesia. Tidak ada satu pun agama di Indonesia yang mengakui atau mendukung perilaku LGBT, hal ini tercermin dari Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 57 Tahun 2014 mengenai Lesbian, Gay, Sodomi, dan Pencabulan (Santoso, LGBT dalam Perspektif Konstitusi HAM, 2016). Pandangan yang berbeda terkait perilaku LGBT menjadi lebih jelas dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-XIV/2016 yang merevisi ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu Undang-Undang No. 1 Tahun 1946, serta Undang-Undang No. 73 Tahun 1958. Putusan ini diinterpretasikan oleh pendukung pro-LGBT sebagai langkah untuk melegalkan keberadaan komunitas LGBT (Sihombing, 2019)
Dalam hukum positif Indonesia, khususnya dalam KUHP (Kitab Undang- undang Hukum Pidana), tidak terdapat legalitas untuk LGBT. Namun, mengenai status homoseksual, ada aturan yang mengatur hubungan sesama jenis dalam Pasal 292 KUHP. Pasal tersebut menyatakan: “Orang yang cukup umur, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain yang berjenis kelamin sama, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa orang tersebut belum cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”
Soesilo dalam bukunya “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)Komentar- Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal” menjelaskan bahwa:
Dewasa = telah berumur 21 tahun atau belum berumur 21 tahun, akan tetapi sudah pernah kawin.
Jenis kelamin sama = laki-laki dengan laki-laki atau perempuan dengan perempuan.
Tentang perbuatan cabul = segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu berahi kelamin, misalnya: berciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada, dan
sebagainya. Dalam arti perbuatan cabul termasuk pula onani.
Dua orang semua belum dewasa atau dua orang semua sudah dewasa bersama-sama melakukan perbuatan cabul, tidak dihukum menurut pasal ini oleh karena yang diancam hukuman itu perbuatan cabul dari orang dewasa terhadap orang belum dewasa.
Supaya dapat dihukum menurut pasal ini, maka orang dewasa itu harus mengetahui atau setidak-tidaknya patut dapat menyangka bahwa temannya berbuat cabul itu belum dewasa.
LGBT dapat membawa dampak negatif bagi kesehatan manusia. Beberapa penyakit yang dapat muncul akibat aktivitas homoseksual antara lain HIV/AIDS, sifilis, gonore (raja singa), herpes genital, dan pembengkakan prostat akut. Indonesia merupakan negara kelima terbesar di dunia dalam hal penyebaran LGBT (lesbi, gay, biseksual, dan transgender), dengan mayoritas berasal dari kalangan muda. Yang memprihatinkan adalah jumlah kasus baru HIV/AIDS di Indonesia yang mencapai 90.915 orang pada tahun 2016, dengan persentase tertinggi penderita HIV adalah laki-laki (63,3%). Infeksi HIV tertinggi disebabkan oleh hubungan seks berisiko di antara homoseksual, yang mencapai 28%. Meskipun begitu, perdebatan mengenai isu ini terus berlangsung, mencerminkan kompleksitas dan sensitivitas sosial terkait LGBT di Indonesia. Sebagian masyarakat menyerukan penegakan prinsip nondiskriminasi dan hak asasi manusia, sementara yang lain menegaskan pentingnya menjaga nilai-nilai dan norma-norma agama serta moral yang telah lama dianut.
KESIMPULAN
Fenomena LGBT di Indonesia menimbulkan pro dan kontra yang kuat di masyarakat, mengingat nilai-nilai agama, moral, dan etika yang dominan.
Meskipun ada seruan untuk non diskriminasi berdasarkan hak asasi manusia, hukum positif Indonesia belum melegalkan perilaku LGBT. Orientasi seksual yang dianggap menyimpang tidak diterima dan dikaitkan dengan berbagai risiko kesehatan, termasuk HIV/AIDS.
Diskusi tentang LGBT dipengaruhi oleh tren global dan media sosial, tetapi tetap bertentangan dengan pandangan agama yang diakui di Indonesia. Tidak hanya itu, kita juga perlu untuk menolong korban LGBT. Orang-orang yang sedang didera LGBT adalah korban. Mereka harus dibantu, tidak dipinggirkan apalagi diasingkan. Pelaku sendiri mesti dari kesadaran sendiri harus mencoba lari dari dunia itu. Sehingga tidak hanya dari salah satu pihak yang aktif menyuarakan penyimpangan seksual ini terkhususnya pada LGBT
DAFTAR PUSTAKA
Definitions Related to Sexual Orientation and Gender Diversity. (2015). APA. Douglas & Crawford, M. (2015). Exploring the role of Being Out on a Queer Person’s Self-Compassion. Journal of Gay & Lesbian Social Services,
27.
Santoso, M. B. (2016). LGBT dalam Perspektif Hak Asasi Manusia. Social Work Jurnal, 6.
Sihombing, E. N. (2019). Perilaku LGBT dalam Perspektif Konstitusi Negara Republik Indonesia dan Putusan MK Nomor 46/PPU-XIV/2016. Edutech: Jurnal Ilmu Pendidikan dan Ilmu Sosial .
Yudianto. (2016). Fenomena Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) di Indonesia serta Upaya Pencegahannya. Nizham Journal of Islamic Studies.***