Meningkatkan Budaya Baca Dan Literasi Masyarakat Indonesia

Liputan6.com, Jakarta – Berbagai laporan dari lembaga kompeten, baik nasional maupun internasional, baik pemerintah maupun institusi nonpemerintah (Non Governmental Organization), menunjukkan bahwa indeks minat baca dan tingkat literasi masyarakat Indonesia masih sangat rendah dan memprihatinkan.

UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) misalnya, pernah merilis data yang menunjukkan bahwa indeks minat baca di Indonesia hanya 0,001.

Itu artinya dari seribu orang, hanya ada satu yang memiliki minat baca. Ingat, ini hanya “minat baca”.

Belum tentu ia suka membaca. Dan belum tentu juga ia suka membaca tulisan-tulisan berkualitas apalagi karya-karya akademik-ilmiah.

Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) juga pernah melansir hasil survei yang menunjukkan, kemampuan membaca, berhitung, dan pengetahuan sains anak-anak Indonesia masih di bawah negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Vietnam dan Thailand, dan sejajar dengan negara-negara miskin di Afrika.

Data ini berdasarkan hasil tes The Programme International Student Assessment (PISA).

Bukan hanya anak-anak, indeks membaca dan tingkat literasi orang dewasa, menurut OECD, juga jeblok seperti ditunjukkan dari hasil tes The Programme for International Assessment of Adult Competencies, sebuah tes kompetensi sukarela untuk orang dewasa.

Bahkan dari 40 negara yang dites, Indonesia berada di posisi paling buntut. Menurut World Economic Forum, tingkat literasi dasar yang perlu dikuasai oleh orang dewasa meliputi kemampuan baca-tulis, literasi numerasi atau berhitung, literasi finansial (keuangan), literasi sains, literasi budaya dan kewarganegaraan, serta literasi informasi teknologi dan komunikasi atau digital.

Memang ada sejumlah anak Indonesia yang beberapa kali menjuarai olimpiade sains dan matematika tingkat internasional, sebuah prestasi gemilang yang perlu diapresiasi.

Tetapi itu hanya sekelumit contoh dari anak-anak tangguh dan berprestasi saja, tidak merepresentasikan kondisi anak-anak Indonesia secara umum, yang masih sangat tertinggal jauh di belakang, dibanding dengan negara-negara lain di kawasan Asia khususnya.