PESISIR SELATAN, mimbarsumbar.id — Sudah petani yang menerapkan dan membuktikan bersawah dengan pola Mulsa Tanpa Olah Tanah (MTOT) hasilnya berlimpah.
Model tanam ini juga menjadi Program Udara Bersih Indonesia (UBI), tanpa bakar jerami.
Apa benar MTOT melimpah dan tanpa irigasi pun sawah bisa ditanami padi dan terpenting modal petani lebih enteng 30-40 persen dari pada bersawah konvensional?
Pada Sabtu, 26/10-2024, UBI lewat kordinator Sumbar Isra menggelar jurnalis visit ke Bayang Pesisir Selatan. Pessel termasuk kabupaten yang gas pool dengan pola tanam MTOT ini.
Di pinggir jalan terlihat hamparan sawah siap panen. Dari luas itu ada dua petak menerapkan pola MTOT.
“Biar dikatakan gila oleh petani lain tapi hari ini, ayo kita buktikan hasil MTOT denga jerami bersawah konvensional,” ujar Pemilik sawah Makmur didampingi Koordinator UBI Pessel Asramon dan penggerak MTOT Pessel Edi dan Imam.
Padi dipotong lalu diserakkan serta di ulet dengan kaki, butiran padi berpisah dari batang, dimasukan ke karung, demikian juga dengan padi sawah sawah konvensional, lalu petani di sana menimbang hasilnya… Yukk simak
“Luas sawah disiangi sama yaitu 2,5 x 2,5, hasilnya dikali 1600, untuk padi konvensional satu hektar 4 ton sedangkan MTOT 10-12 ton, ini tidak teori tapi ini fakta kita saksikan langsung bersama,” ujar Asraomon.
Nah, kata Imam dengan hasil 1 hektar 10 sampai 12 ton gabah, jika dikali harga gabah terkini Rp 6000-an, itu sekali panen Rp 120 juta. Dikeluarkan modal, sama artinya petani bisa bergaji di atas menteri kabinet kerah putih yaitu Rp 30 juta.
Meruyak petani beralih ke MTOT by Udara Bersih Indonesia (UBI), hingga kini sudah lebih 50 hektar dengan petani menerapkan MTOT terdaftar 800 orang.
“Bupati Pessel juga sangat perhatian dengan pola tanam MTOT ini, beliau telah minta ke PPL wajib melaksanakan demplot MTOT. Bahkan Kordinator UBI Sumbar pak Isra minta di Pessel 1 nagari satu hektar demplot MTOT,” ujar Asramon.
Setelah melihat bukti nyata dari uji petik hasil sawah MTOT dengan konvensional, faktanya dari hitungan mereka sama, 1 hektar 12 ton potensi nominal Rp 120 juta modal tanam sampai panen kurang Rp 30 juta, artinya petani, seperi pak Makmur itu bisa bergaji setiap bulan Rp 30 juta.
Apa lagi pak dan bu tani, saat mereformasi pola tanam, terbukti NTOT bisa menekan modal bertani sawah 30 sampai 50 persen dan hasilnya bisa lebih 30 hingga 60 persen dari sawah konvensional.
Lain lagi Bakri, petani yang nyaris pasrah ulah irigasi di lahannya rusak pasca bencana banjir bandang dulu.
Tapi begitu berdiskusi dengan kelompok taninya di Nagari Sungai Gayo Lupo Pessel, Bakri pun tanpa pikir panjang menerapkan bersawah tanpa air irigasi, bisaa.
“Saya menerapkan cara bertanam MTOT, tapi saya lebih nekat lagi tidak pakai menyemai, cabut bibit dan tanam, tapi Bakri tidak pasrah meski irigasi rusak karena bencana alam di Nagari Sungai Gayo Lumpo Pessel. Dia pun menetapkan Musa Tanpa Olah Tanah (MTOT) dengan prinsip seperti tanam padi ladang.
“Irigasi rusak, awak harus batani juo, ada MTOT ternyata bisa, basawah tanpa irigasi,” ujar Bakri yang melakukan MTOT dengan menanam bibit langsung tidak menyemai (Tabela).
Kordinator UBI Sumbar Isra mengakui Bakri telah melakukan sebuah inovasi hebat. Dia menghilangkan satu lagi tahapan bersawah pola MTOT.
“Bahkan pola MTOT yang dilakukannya selain tak pikirkan irigasi rusak kapan baiknya, juga melakukan cara tanam benih langsung. Untuk MTOT cara ini model baru dan cara ini meniadakan tahapan menyemai dan mencabut serta menanam benih,” ujar Isra.
Petani MTOT di Bayang dan Lumpo pun optimis pola MTOT selain buat udara bersih karena tidak bakar jerami, terbukti hasilnya luar biasa dan tahan hama tikus dan wereng. MTOT sebentar lagi akan mewabah di seluruh Pessel.
“Insya Allah target UBI Sumbar, satu nagari satu hektar sawah MTOT akan tercapai,” ujar Asramon (Ms/*/ald)