SURABAYA, mimbarsumbar.id – Sejumlah wartawan Sumbar yang tergabung dalam Jaringan Pemred Sumbar (JPS) dan lainnya, bersama KPU Sumbar dan Biro Adpim Sumbar, melakukan studi tiru ke Kantor KPU Jawa Timur di Surabaya, Kamis (30/5/2024).
Studi tiru bertajuk ‘No Hoaks No Hate Speech’, terkait dengan akan berlangsungnya Pilkada Serentak pada 27 November 2024. Pasalnya, penyebaran hoaks di media sosial menjadi permasalahan krusial selama Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 lalu.
Study tiru ini dalam meminimalisir peredaran hoaks dan hate speech, mengingat KPU Jawa Timur (Jatim) membawahi 38 KPU Kabupaten dan Kota, dimana semuanya akan melaksanakan Pilkada Serentak di 2024.
Kunjungan tersebut dikoordinir oleh Kepala Biro Adpim Sumbar Mursalim beserta jajaran, didampingi Komisioner KPU Sumbar Jons Manedi dan Kabag Humas KPU Sumbar, Rino Sutrisno, serta belasan wartawan peduli hoaks Sumbar. Rombongan disambut hangat Ketua Divisi Sosdiklih dan Parmas KPU Jatim Nur Salam, dan Sekretaris KPU Jatim Nanik Karsini, serta jajarannya.
Dalam diskusi hangat dengan rombongan, Komisioner KPU Jatim Nur Salim mengatakan, pihaknya terus berupaya dalam meminimalisir dan tangkal peredaran hoaks Pemilu dan Pilkada 2024. Cara mengatasi hal ini, dilakukan dengan pemanfaatan teknologi informasi maupun sinergi yang melibatkan pemangku kepentingan dan stakeholder.
“Kami masyarakat Jatim pengguna internet terbesar kedua secara nasional, sekitar 34,06 juta pengguna. Dari jumlah itu, 2.500 akun penyebar hoaks pemilu diblokir Polda Jatim,” kata Nur Salim.
Ia mengatakan, ada sembilan langkah strategis yang dilakukan KPU Jatim dalam meminimalisir hoaks, di antaranya membentuk bakohumas, banyak menggelar sosialisasi non-budgeting. Kemudian, memanfaatkan media relations, serta media monitoring.
“Lalu, kita juga ada regulasi, perjanjian kerjasama dengan instansi terkait, bersinergi dengan stakeholder, bimtek kehumasan, dan evaluasi, serta pelaporan,” ucapnya.
Sementara itu, Komisioner KPU Sumbar Jons Manedi menyampaikan, bahwa yang menarik di Jatim yaitu memiliki pemilih terbanyak ke dua di Indonesia, dan penyebaran hoaks tentang kepemiluan bisa langsung di redam langsung, baik dari Kominfo, Polda dan KPU Jatim.
“Berbeda dengan Sumbar, meski pemilih di Sumbar hanya 4 jutaan, namun penyebaran hoaks cukup banyak. Bahkan, di Sumbar ada yang lanjut ke kepolisian,” katanya.
Jons Manedi juga mengatakan, mengenai hoaks dan ujaran kebencian, KPU Sumbar pernah membatalkan satu calon anggota DPRD yang karena peredaran hoaks dan ujaran kebencian. Pembatalan itu melalui sidang dan putusan pengadilan. Hal ini pengalaman di Pemilu 2019 yang lalu.
“Hari ini (hoaks) akan sangat mudah di produksi, karena banyak beredar di media sosial. Makanya kita lakukan studi ambil yang dilakukan oleh KPU Jatim untuk meminimalisir peredaran hoaks menjelang Pilkada 2024 yang akan datang,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Biro Adpim Sumbar Mursalim mengatakan, bahwa banyak sumber informasi hoaks pada media sosial, karena tidak ada penyaringan informasi. Dari analis pakar di Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia (AJII), kecenderungan pengguna internet untuk media sosial, tidak saring sebelum share, sehingga dampaknya hoaks, gimmick bahkan kegaduhan dan banyak lagi negatifnya.
Dikatakannya, masyarakat selaku penerima informasi haruslah bijak dan bisa memilah, mana berita yang benar dan mana berita yang tidak benar atau hoaks. Apalagi menjelang Pilkada 2024, perlu semua pihak meminimalisir hoaks agar pemilihan lima tahunan ini berjalan aman dan lancar.
Sementara itu, Ketua Jaringan Pemred Sumbar (JPS), Adrian Tuswandi menambahkan, ancaman pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 adalah berita bohong atau hoax, dan ujaran kebencian. Untuk itu, jurnalis jangan pernah mengutip informasi hoaks, dan jangan terjebak informasi hoaks yang akan meng-adjustment berita di medianya.
“Semakin dibiarkan maka hoaks dan ujaran kebencian menjadi ancaman nilai demokrasi di Pilkada. Biarkan itu, kalau terpaksa juga tetap merujuk pada kode etik jurnalis dan keberimbangan berita,” ujar Adrian Tuswandi yang akrab di sapa Toaik itu.
Ia menambahkan, hoaks kini bahkan sudah menjadi bagian dari politik dan sulit dihilangkan. Pasalnya, di era sebaran informasi yang begitu luas, tantangan utama yang dihadapi salah satunya adalah hoaks. Penyebaran hoaks tidak hanya menyebabkan masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap sumber informasi termasuk pemerintah dan media resmi.
“Jadi, kami berharap dengan kunjungan ini bisa mengidentifikasi dan mengecek kebenaran informasi. Sehingga kita dapat menyebarluaskan informasi yang akurat, benar dan bermanfaat,” ucapnya. (ms/ald)