Tanpa Bakar Jerami, Yurnita Sukses jadi Petani Pola Bersawah Pokok Murah

Yurnita di lahan sawah miliknya saat dikunjungi tim media dan Field di Nagari Bomas, Kecamatan Sungai Pagu, Solok Selatan. (foto/ald)

SOLOK SELATAN, mimbarsumbar.id — Sebenarnya, siapa yang tidak tergiur oleh pola Bersawah Pokok Murah. Selain praktis, berbiaya murah hasilnya juga lebih banyak dari pola konvensional yang menggunakan teknologi alsintan dan pupuk pestisida.

Yurnita saat diwawancarai wartawan di kediamannya. (foto/dok)

Namun, kenapa pola ini belum berkembang dengan baik? Apakah karena pola ini masih baru, atau kebiasaan pola menanam secara konvensional yang sudah dijalani kebanyakan petani secara turun temurun? Atau, adakah faktor lain sehingga pemerintah lewat Dinas Pertanian tidak mempopulerkan pola Bertani Pokok Murah ini..?

Tidak begitu halnya dengan Yurnita, petani perempuan dari Nagari Bomas, Kecamatan Sungai Pagu, Kabupaten Solok Selatan.

Ketika mendapat informasi dari Yayasan FIELD (Farmers’ Initiatives for Ecological Livelihoods and Democracy) Indonesia, Yurnita pun siap menjadi kader angkatan pertama pelatihan lapangan Bersawah Pokok Murah pada 2022 lalu, melalui program Udara Bersih Indonesia (UBI).

Meski awalnya tak didukung suaminya yang beralasan sawah yang sudah diolah pun hasilnya tidak maksimal, apalagi tak diolah. Namun Yurnita tak berpaling. Dia tetap kukuh, tekadnya sudah bulat untuk menerapkan Bersawah Pokok Murah di petak sawah miliknya.

“Meski ada pola modern dengan penggunaan mesin bajak, pupuk pestisida dan lainnya, saya ingin mencoba menerapkan basawah pokok murah lewat pola Mulsa Tanpa Olah Tanah dan Mulsa Jerami. Saya terobsesi sejak Tim FIELD Indonesia mensosialisasikan, basawah pokok murah. Prinsip saya, kenapa tidak dicoba dulu, sekalipun banyak yang meragukan,” ujar Yurnita pada sejumlah awak media yang melihat sawah miliknya, Selasa (31/10/2023) di Nagari Bomas Sungai Pagu.

Hasilnya, ternyata Yurnita sukses menerapkan Mulsa Tanpa Olah Tanah itu, saat ini sudah tanam ke empat.
“Alhamdulillah, sejak tanam pertama hingga ketiga hasilnya jauh melebih Bersawah dengan cara konvensional, modal pun sangat minim. Satu piring sawah setiap panen selalu naik hasilnya, cara kerjanya pun semakin mudah,” ujarnya.

Dijelaskan Yurnita, di sawahnya yang berlantai baru, awalnya dia membuat ubinan dengan lebar 1 meter sampai 1,20 meter. Kemudian di atas ubinan itu ditebar jerami dan langsung disemai kecambah padi pada lobang yang sudah dibuat berjarak 1×25 cm. Setelah itu dibiarkan hingga panen.

“Setelah berumur 2 sampai 3 bulan, ternyata perkembangannya luar biasa. Selain akarnya lebih panjang dan kuat, karena sejak kecambah hingga benih tidak dipindahkan, anakannya juga lebih banyak dan tumbuh batangnya juga lebih tinggi. Melihat ini saya makin bersemangat. Tangkai padinya juga lebih panjang,” ujar Yurnita yang didampingi sejumlah petani yang sudah melirik pola tanamnya.

Ketika sudah masa panen, lanjutnya, didapati hasilnya juga meningkat dari saat dia bercocok tanam konvensional. Dalam satu piring sawahnya, ketika pola konvensional dia hanya bisa mendapatkan gabah sekitar 2-2;5 karung. Kini, di panen perdana ya pola Bersawah Pokok Murah, dia bisa mendapatkan 3 karung gabah, itupun dengan biaya yang lebih murah dari pola konvensional.

“Kalau saat pola konvensional, kita harus mengeluarkan biaya untuk sewa mesin bajak dan beli minyaknya serta gaji orangnya. Di pola Bersawah Pokok mut’ah, hal itu tidak ada sama sekali. Biaya yang saya keluarkan hanya separo dari sebelumnya,” terang Yurnita.

Saat ini, Yurnita sudah keempat kalinya menerapkan pola ini. Panen pertama, kedua dan ketika, rata-rata dalam satu piring sawahnya, hasilnya naik satu karung, dengan biaya yang sama.

Sukses Yurnita lewat program digelar Field Indonesia ini, ternyata telah menjadi virus kepada petani wanita lain di daerah Sungai Pagu Solok Selatan. Beberapa kelompok tani juga

“Saya Berhasil mentransfer ilmu didapat dari pelatihan Field Indonesia kepada ibu tani di sini,” ujarnya.

Tekad mereformasi pola Bersawah Yurnita, warga Nagari Bomas, Sungai Pagu Solok Selatan, pada tahun 2023 ini meraih penghargaan dari Bupati Solok Selatan sebagai Petani Penggerak.

Dengan perhitungan yang bagus dari Yurnita, ternyata kata berbagai pihak di Sungai Pagu, bisa berkembang apalagi karakter sawah di sini berlantai batu.

“Semakin sering menanam maka semakin dalam tanah sawah karena jerami. Petani yang membakar jerami setelah panen pun jauh menyusut sejak berganti pola bertani ini, karena jerami itu diperlukan untuk menutup ubinan,” ujarnya.

Suaminya yang semula tidak percaya, kini malah giat membantu Yurnita ke sawah. Apalagi sawah pola Bersawah Pokok Murah, tidak banyak rumput yang harus disiangi karena tertutup jerami yang pada akhirnya menjadi tanah humus secara alami. (ms/ald)