Padang, Mimbar — Tiga jam lebih Komisioner Komisi Informasi (KI) Sumbar, Adrian Tuswandi harus menjawab dan menjelaskan serta memberikan pendapat atas pertanyaan interogasi penyidik polisi dari Polres Agam.
Adrian biasa dipanggil Toaik, diperiksa polisi terkait tidak diberikan akses informasi publik oleh badan publik kepada pemohon informasi.
“Ya tadi diperiksa sebagai saksi ahli sesuai kapasitas jabatan sebagai komisioner KI Sumbar membidangi penyelesaian sengketa informasi publik, di kantor KI Sumbar jalan Sawo Purus V Padang, ada 22 pertanyaan dari penyidik tadi,”ujar Adrian usai pemeriksaan usai adzan Isya, Rabu 10/10.
Ketua KI Sumbar Syamsu Rizal membenarkan bahwa anggotanya diperiksa sebagai saksi ahli terhadap perkara dugaan pidana soal keterbukaan informasi publik.
“Adrian diperiksa memberikan keterangan kepada penyidik Polres Agam dipimpin Kanit Satu Reskrim Aiptu Ikhlas Indra didampingi dua anggota Brigadir Algino Ganaro dan Bribda Zulhamdi,”ujarnya Syamsu Rizal.
Penyidik meminta keterangan ahli dan memeriksa komisioner KI Sumbar itu, terkait laporan polisi nomor : lp / 105 / lll / K / 2016 /SPKT Sbr, tanggal 28 Maret 2016 atas nama Drs. Daniel Sutan Makmur.
Penyelidikan dilakukan untuk pengumpulan bahan keterangan, data dan dokumen atas dugaan pidana informasi pubik.
Untuk itu Komisioner KI Sumbar dimintai keterangannya untuk dapat memberikan klasifikasi dan keterangan sehubungan dugaan tindak pidana tidak menyediakan, tidak memberikan dan atau tidak menerbitkan informasi publik yang harus diberikan atas dasar permintaan yang diketahui terjadi pada hari Senin tanggal 26 Januari 2015 pukul 15.00 WIB yang bertempat di BPN Kabupaten Agam Kecamatan Lubuk Basung kabupaten Agam.
“Terkait surat erfacht vervnding asli yang diduga tidak diberikan akses pelayanan informasi publik oleh badan publik BPN,”ujar Kanit Satu Aiptu Ikhlas Indra.
Menurut Adrian dari catatan KI Sumbar, maka ini kasus pertama soal pelayanan informasi publik dilaporkan masyarakat ke polisi.
“Adanya pemeriksaan ini, tentu bisa menjadi warning kepada badan publik untuk serius soal pelayanan informasi publik, dan UU 14 tahun 2008 membuka peluang ketertutupan infomasi di badan publik berujung ke ranah pidana,”ujar Adrian. (rls/ald)