JAKARTA, mimbarsumbar.id –Bupati Solok, Epyardi Asda, berupaya mencari solusi anjloknya harga tomat di kabupaten itu, salah satunya dengan mengunjungi Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Upaya itu membuahkan kerja sama Kemenperin melalui Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) dengan Pemkab Solok, yaitu pelatihan pengolahan tomat untuk petani di Kabupaten Solok.
Hal itu dikatakan Kepala BSKJI, Andi Rizaldi, dalam penandatangan nota kesepakatan antara BSKJI dan Pemkab Solok di Jakarta, Senin (1/7/2024). Nota kesepakatan tersebut dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan daya saing industri kecil dan menengah.
Andi mengatakan bahwa dengan melihat potensi daerah di Sumatera Barat, masih terbuka peluang untuk sektor yang dapat dikembangkan guna mendongkrak kontribusi industri pengolahan nonmigas dari sektor lainnya, termasuk pengolahan tomat tomat. Dengan begitu, bisa diandalkan pengembangan hilirisasi produknya sehingga memberi nilai tambah yang tinggi.
Ia menyebut bahwa kontribusi industri pengolahan nonmigas masih memberikan kontribusi terbesar daripada sektor lain, yaitu 17,47 persen, dengan share terbesar diberikan oleh sektor makanan dan minuman, yaitu 6,97 persen.
“Saya berharap dan yakin industri kecil dan menengah di Kabupaten Solok dapat makin berdaya saing. Kami memiliki sejumlah balai yang memiliki keahlian dan teknologi yang dapat disinergikan program dan kegiatannya dengan program dan kegiatan Pemerintah Daerah Kabupaten Solok,” ujar Andi.
Sebelumnya, beredar video petani membuang tomat hasil panennya ke dalam jurang di kawasan Alahan Panjang, Kabupaten Solok, yang diduga karena anjloknya harga tomat. Epyardi bergerak cepat mencarikan solusi masalah tersebut ke Kemenperin.
“Beberapa waktu kemaren petani mengeluhkan harga yang anjlok, bahkan tomat hasil panen mereka terpaksa dibuang. Ini terjadi selain karena harga, juga karena akses transportasi yang macet parah di sejumlah daerah,” ucapnya.
Kerja sama dengan Kemenperin melalui BSKJI, kata Epyardi, diharapkan memberikan solusi bagi petani di Kabupaten Solok.
“Kami sangat yakin akan ada solusi untuk masyarakat kami, apalagi adanya delapan balai (BSKJI) yang bisa bekerja sama dengan kami, contohnya dengan bentuk kemasan, rasa, atau kerja sama dengan BPOM sehingga industri hilirisasi,” tuturnya.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Solok, Kenedi Hamzah, mengungkapkan bahwa berdasarkan diskusinya dengan kelompok tani terungkap bahwa aksi buang tomat jtu sering terjadi ketika harga tomat anjlok.
“Ini karena petani sudah memanen tomat mereka dan dibawa ke pasar sayur, tetapi tidak ada yang membeli. Maka, mereka membuang tomat untuk menyelamatkan petinya. Sebagian petani memilih tidak memanen tomatnya dan membiarkan busuk di lahan supaya tidak menambah biaya, setidaknya bisa jadi pupuk organik,” tuturnya.
Ia mengatakan bahwa hal itu berkaitan dengan harga tomat cukup lama tinggi karena petani di Padang Panjang dan Tanah Datar tidak bisa menanam tomat karena faktor bencana.
“Maka, petani Solok banyak menanam. Sekarang kita over produksi sehingga harga anjlok, termasuk di Jawa juga ikut panen. Dulu harganya sempat Rp12 ribu per kg, tapi sekarang harga di petani kita Rp700 dan Rp1.200 di pedagang,” ucapnya.
Kenegi mengatakan bahwa diperlukan pola tanam yang penerapannya bertujuan untuk memanfaatkan sumber daya lahan secara optimal, efektif, dan efisien untuk menghindari risiko kegagalan panen dalam sistem usaha tani karena hanya mengusahakan satu jenis tanaman dalam satuan waktu tertentu. (ms/*/ald)